Sunday, 15 December 2013
Sunday, 11 August 2013
danau toba
foto bareng team itd dengan background danau toba
pantai dari danau toba dengan air yang jernih dan udara yang sejuk, ouhhh jadi ingin berenang
pantai dari danau toba dengan air yang jernih dan udara yang sejuk, ouhhh jadi ingin berenang
Sunday, 28 July 2013
Saturday, 2 February 2013
Wednesday, 24 October 2012
Thursday, 20 September 2012
SELAMAT DATANG DI RUMAH KAYU YANG UNIK
Tahap awal pembuatan rumah kayu system knock down,diatas tiang kayu kayu penampang bawah,rumah kayu ini dapat di pesan dengan berbagi ukuran dan bentuk yang dii inginkan
Bentuk akhir dari pembuatan rumah kayu yang dapat di lepas pasang kembali, belum finishing dengan sentuhan akhir dengan felitur kayu
Bentuk model lain, rumah ini sangat nyaman untuk tempat tinggal yang ingin suasana berbeda dari rumah rumah modern
untuk lebih jelas atau ingin pesan silakan kirim melalui email ahmad.jayadi@gmail.com
TERIMA KASIH
Wednesday, 19 September 2012
NAMA BAYI
Abir = abeer – keharuman
Adiba = adeeba – beradab / berbudaya
Afaf = afaaf – kemurnian / kesopanan
Afia = aafiya-vigour/vitality
Afifa = afeefa-jujur, tegak
Ahlam = ahlaam – mimpi
Amal = hope
Amira = Ameera – putri
Anbar = ambar – kamper
Areej = aroma
Arwa = puas, menyenangkan, segar
Azhaar = bunga
Azizah = azeeza – Sayang / kuat
Azra = azraa – perawan – digunakan untuk Maryam / Maria
Friday, 6 April 2012
Sunday, 19 June 2011
ISTANA MAIMUN MEDAN
Mejeng sama host intens pingkan mambo
Singgasana Raja kerajaan melayu, ISTANA MAIMUN MEDAN
Tampak depan kerajaan Maimun,Medan
Cobain tempat duduk raja kalau sedang kumpul keluarga
JEMBATAN AMPERA
sejarah jembatan ampera untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.
Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-maSungai Musi yang dilintasinya, pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergolong nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu.
Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).
Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).
Subscribe to:
Posts (Atom)